TERAPI PENDERITA LATAH DENGAN PENDEKATAN BEHAVIORISTIK
Tingkah
laku latah, dilihat dari segi sosiologis dan persebaran budaya, hanya
ditemui di kawasan Asia, tidak ditemukan pada orang-orang Eropa, Amerika
ataupun Afrika. Latah khususnya ditemukan pada daerah Asia tenggara,
yang dihuni oleh sub ras dari ras Mongoloid.
Latah
adalah ucapan atau perbuatan yang terungkap secara tak terkendali
setelah terjadinya reaksi kaget. Latah adalah ucapan atau perbuatan yang
terungkap atau tidak terkendali, pascareaksi kaget (starled reaction).
Saat latah muncul yang berkuasa alam bawah sadar (subconcious).
Latah
adalah respon reflektif berupa perkataan atau perbuatan yang tidak
terkendali yang terjadi ketika seseorang merasa kaget. Latah bukanlah
penyakit mental, tapi lebih merupakan kebiasaan yang tertanam di pikiran
bawah sadar. Setiap orang latah punya respon yang berbeda-beda dalam
bereaksi terhadap stimulus yang mengagetkan, diantarnya:
- Mengulangi perkataan
orang lain
- Meniru gerakan orang lain
- Mengucapkan kata-kata tertentu
berulang-ulang.
- Melaksanakan
perintah secara spontan pada saat terkejut, misalnya; ketika
penderita dikejutkan dengan seruan perintah seperti ”jongkok” atau
"loncat", dia akan melakukan perintah itu seketika.
Latah
memang bukan gangguan psikologis yang serius dan malah banyak orang
menganggapnya sebagai hiburan atau sesuatu yang lucu. Namun jika
seseorang ingin tampil berwibawa atau tidak ingin lagi menjadi bahan
godaan / tertawaan orang lain, maka harus menghilangkan kebiasaan latah
tersebut.
Penyebab Latah
Ada
beberapa keadaan yang menyebabkan timbulnya gangguan tingkah laku latah,
yaitu;
a. Pemberontakan.
Dalam kondisi latah, seseorang bisa mengucapkan hal-hal yang dilarang
tanpa merasa bersalah. Gejala ini semacam gangguan tingkah laku. Lebih
kearah obsesif karena ada dorongan yang tidak terkendali untuk
mengatakan atau melakukan sesuatu.
b. Kecemasan.
Gejala latah muncul karena yang bersangkutan memiliki kecemasan
terhadap sesuatu tanpa ia sadari. Rata-rata, dalam kehidupan pengidap
latah selalu terdapat tokoh otoriter, entah ayah atau ibu. Bisa jadi,
latah merupakan jalan pemberontakannya terhadap dominan orang tua yang
sangat menekan. Walau demikian tokoh otoriter tidak harus berasal dari
lingkungan keluarga.
c. Teori
Pengondisian. Inilah yang disebut latah gara-gara ketularan.
Seseorang mengidap latah karena dikondisikan oleh lingkungannya, misalnya gara-gara latah, seseorang merasa diperhatikan dan diperhatikan oleh lingkungan. Dengan begitu, latah juga merupakan upaya mencari perhatian. Latah semacam ini disebut ”latah gaul”.
Seseorang mengidap latah karena dikondisikan oleh lingkungannya, misalnya gara-gara latah, seseorang merasa diperhatikan dan diperhatikan oleh lingkungan. Dengan begitu, latah juga merupakan upaya mencari perhatian. Latah semacam ini disebut ”latah gaul”.
Macam-macam
Latah
Ada empat macam
latah yang kita ketahui, yaitu:
1. Ekolalia:
mengulangi perkataan orang lain
2. Ekopraksia:
meniru gerakan orang lain
3. Koprolalia: mengucapkan kata-kata yang
dianggap tabu/kotor
4.
Automatic obedience: melaksanakan perintah secara spontan pada saat
terkejut, misalnya; ketika penderita dikejutkan dengan seruan perintah
seperti ”sujud” atau ”peluk”, ia akan segera melakukan perintah itu.
Bahaya Latah
Latah
sangat menyiksa jika mengobservasi penderitanya. Mereka kelihatan
sangat terganggu dengan segala tingkah lakunya yang repetitif baik dari
segi verbal maupun motorik. Bahaya lainnya adalah:
1. Mengekang Kreatifitas.
Karena kita sudah terbiasa untuk meniru orang lain, berbuat seperti
orang lain bertingkah laku. akhirnya kita kehilangan daya untuk
‘mencipta’ hal-hal yang baru, yang lebih segar dan kita akan mapan
dengan kejumudan. “be a leader dont be a follower”
2. Mengikis keberagaman.
Jangan harap menemukan hal-hal ‘baru’ jika budaya ini terlanjur menjadi
akut. semua orang akan memilih untuk seragam ketimbang bersusah payah
membuat hal yang sama sekali lain. Bisa-bisa slogan kita akan berubah
dari “walaupun berbeda namun tetap satu jua” menjadi “walaupun satu
asalkan berbeda-beda”. Baik Buruknya Tergantung Peniruan Menurut Evi
Elviati, Psi., psikolog dari Essa Consulting Group, baik buruknya anak
bersikap latah terhadap sang teman tergantung apa yang ditirunya. Jika
sifatnya negatif, maka orang tua harus segera menghentikan dengan
memberinya penjelasan kepada anak. Sebaliknya, jika yang dicontoh adalah
hal-hal positif, maka orang tua justru harus memberikan dukungan agar
anak terus melakukan hal itu.
3. Latah adalah
tingkah laku yang bisa dipelajari sehingga dapat menyebar ke orang-orang
disekitarnya.
4. Membuat komunikasi dan tingkah laku
kelihatan kurang etis jika menderita latah.
5. Jika
terjadi pada anak, akan menjadi ajang cemoohan bagi teman-temannya,
sehingga anak akan menarik diri dari pergaulan sosialnya atau minder.
TERAPI BEHAVIORISTIK
A. Defenisi dan
Konsep Utama Terapi Behavioristik
Terapi
tingkah laku adalah penerapan aneka ragam teknik dan prosedur yang
berakar pada berbagai teori tentang belajar. Terapi ini menyertakan
penerapan yang sistematis prinsip-prinsip belajar pada pengubahan
tingkah laku kearah cara-cara yang lebih adaptaif. Pendekatan ini, telah
memberikan sumbangan-sumbangan yang berarti, baik pada bidang-bidang
klinis maupun pendidikan.
Behavioristik
adalah suatu pandangan ilmiah tentang tingkah laku manusia. Dalil
dasarnya adalah bahwa tingkahlaku itu tertib dan bahwa eksperimen yang
dikendalikan dengan cermat akan menyingkap hukum-hukum yang
mengendalikan tingkah laku. Behavioristik ditandai oleh sikap membatasi
metode-metode dan prosedur-prosedur pada data yang dapat diamati.
Pendekatan
behavioristik tidak menguraikan asumsi-asumsi filosofis tertentu
tentang manusia secara langsung. Setiap orang dipandang memiliki
kecenderungan-kederungan positif dan negatif yang sama. Manusia pada
dasarnya dibentuk dan ditentukan oleh lingkungan social budayanya.
Segenap tingkah laku manusia dipelajari. Meskipun berkeyakinan bahwa
segenap tingkah laku pada dasarnya merupakan hasil dari
kekuatan-kekuatan lingkungan dan factor-faktor genetic, para behavioris
pembuatan putusan sebagai salah satu bentuk tingkah laku. Pandangan para
behavioris tentang manusia sering kali didistorsi oleh penguraian yang
terlampau menyederhanakan tentang individu sebagai bidak nasib yang tak
berdaya yang semata-mata ditentukan oleh pengaruh-pengaruh lingkungan
dan keturunan dan dikerdilkan menjadi sekedar organisme pemberi respon.
Terapi tingkah laku kontemporer bukanlah suatu pendekatan yang
sepenuhnya deterministic dan mekanistik, yang meyingkirkan potensi para
klien untuk memilih. Hanya “para behavioris radikal” yang menyingkirkan
kemungkinan menentukan diri dari individu.
B. Ciri-ciri
Terapi Behavioristik
Terapi tingah laku,
berbeda dengan sebagian besar pendekatan terapi lainnya, ditandai oleh:
a. Pemusatan
perhatian kepada tingkah laku yang tampak dan spesifik
b. Kecermatan dan
penguraian tujuan-tujuan treatment
c. Perumusan
prosedur treatment yang spesifik yang sesuai dengan masalah
d. Penaksiran
objektif atas hasil-hasil terapi.
Pada
dasarnya, terapi tingkah laku diarahkan pada tujuan-tujuan memperoleh
tingkah laku baru, penghapusan tingkah laku yang maladaptif, serta
memperkuat dan mempertahankan tingkah laku yang diinginkan. Pernyataan
yang tepat tentang tujuan-tujuan treatment dispesifikasi, sedangkan
pernyataan yang bersifat umum tetang tujuan ditolak. Klien diminta untuk
menyatakan dengan cara-cara yang konkret jenis-jenis tingkah laku
masalah yang dia ingin mengubahnya.
Karena
tingkah laku yang dituju dispesifikasi dengan jelas, tujuan-tujuan
treatment dirinci dan metode-metode terapeutik diterangkan, maka
hasil-hasil terapi menjadi dapat dievaluasi. Terapi tingkah
lakumemasukkan criteria yang didefenisikan dengan baik bagi perbaikan
atau penyembuhan. Karena terapi tingkah laku menenkankan evalusasi atas
keefektifan teknik-teknik yang digunakan, maka evolusia dan perbaikan
yang berkesinambungan atas prosesdur-prosedur treatment menandai proses
terapeutik.
C. Proses Terapi Behavoristik
Tujuan-tujuan
psikoterapi menduduki suatu tempat yang sangat penting dalam terapi
tingkah laku. Klien menyeleksi tujuan-tujuan terapi yang secara pesifik
ditentukan pada permulaan proses terapeutik. Penaksiran terus-menerus
dilakukan sepanjang terapi untuk menentukan sejauh mana tujuan-tujuan
terapeutik itu secara efektif tercapai.
Tujuan
utama terapi tingkah laku adalah menciptakan kondisi-kondisi baru bagi
proses belajar. Dasar alasannya ialah bahwa segenap tingkah laku
dipelajari (learned), termasuk tingkah laku yang maladaptif. Jika
tingkah laku neurotic learned, maka bisa unlearned
(dihapus dari ingatan), dan tingkah laku yang lebih efektif bisa
diperoleh. Terapi tingkah laku pada hakikatnya terdiri atas penghapusan
hasil belajar yang tidak adapatif dan pemberian pengalaman-pengalaman
belajar yang di dalamnya terdapat respon-respon yang layak, namun belum
dipelajari.
Ada
beberapa kesalahpahaman yang menyangkut masalah tentang tujuan-tujuan
dalam terapi tingkah laku. Salah satu kesalah pahaman yang umum adalah
bahwa terapi semata-mata menghilangkan gejala-gejala sautu gangguan
tingkah laku dan bhawa setelah gejala-gejala itu terhapus, gejala-gejala
baru akan muncul karena penyebab-penyebab yang mendasarinya tidak
ditangani. Kesalahpahaman umum lainnya adalah bahwa tujuan-tujuan klien
ditentukan dan dipaksakan oleh terapis tingkah laku. Tampaknya ada
unsure kebenaran dalam anggapan tersebut, terutama jika menyinggung
beberapa situasi, misalnya situasi di rumah sakit jiwa. Bagaimanapun,
kecenderungan yang adadalam terapi tingkah laku modern bergerak kearah
pelibatan klien dalam menyeleksi tujuan-tujuan dan memandang hubungan
kerja yang baik antara terapis dan klien sebagai diperlukan (meski
dipandang belum cukup) guna memperjelas tujuan-tujuan terapeutik dan
bagi kerja yang kooperatif ke arah pencapaian tujuan-tujuan terapeutik
tersebut.
1. Fungsi
dan peran Terapis
Terapis
behavioristik harus memainkan peran aktif dan direktif dalam pemberian
treatment, yakni terapis menerapkan pengetahuan ilmiah pada pencarian
pemecahan masalah-masalah manusia, pada kliennya. Terapis tingkah laku
secara khas berfungsi sebagai guru, pengarah dan ahli dalam mendiagnosis
tingkah laku yang maladaptif dana dalam menentukan prosesdur-prosedur
penyembuhan yang diharapkan, mengarah pada tingkah laku yang baru dan adjustive.
Goodstein
menyebut peran terapis sebagai pemberi perkuatan. Dan fungsi lainnya
adalah peran terapis sebagai model bagi klien. Bandura menunjukkan bahwa
sebagian besar proses belajar yang muncul melalui pengalaman langsung
juga bisa diperoleh melalui pengamatan terhadap tingkah laku orang lain.
2. Pengalaman Klien dalam Terapi
Salah
satu sumbangan yag unik dari terapi tingkah laku adalah suatu system
prosedur yang ditentukan dengan baik yang digunakan oleh terapis dalam
hubungan dengan peran yang juga ditentukan dengan baik. Terapi tingkah
laku juga memberikan kepada klien peran yang ditentukan dengan baik, dan
menekankan pentingnya kesadaran dan partisipasi klien dalam proses
terapeutik.
Keterlibatan
klien dalam proses terapeutik karenanya harus dianggap sebagai
kenyataan bahwa klien menjadi lebih aktif. Satu aspek yang penting dari
peran klien dalam terapi tingkah laku adalah klien di dorong untuk
bereksperimen dengan tingkah laku baru dengan maksud memperluas
perbendaharaan tingkah laku adaptif.
3. Hubungan antara Terapis dan Klien
Ada
suatu kecenderungan yang menjadi bagian dari sejumlah kritik untuk
menggolongkan hubungan antara terapis dengan klien dalam terapi tingkah
laku sebagai hubungan yang mekanis, manipulative, dan sangat impersonal.
Peran terapi yang esensial adalah peran sebagai agen pemberi perkuatan.
Para terapis tingkah laku tidak dicetak untuk memainkan peran yang
dingin dan impersonal yang mengerdilkan mereka menjadi mesin-mesin yang
deprogram yang memaksakan teknik-teknik kepada para klien yang mirip
robot. Bahwa factor-faktor seperti kehangatan, empati, keotentikan,
sikap permisif, dan penerimaan adalah kondisi-kondisi yang diperlukan,
tetapi tidak cukup bagi kemunculan perubahan tingkah laku dalam proses
terapeutik.
TEKNIK TERAPI LATAH DENGAN PENDEKATAN
BEHAVIORISTIK
Salah
satu sumbangan terapi tingkah laku adalah pengembangan
prosedur-prosedur terapeutik yang spesifik yang memiliki kemungkinan
untuk diperbaiki melalui motode ilmiah. Teknik-teknik tingkah laku harus
menunjukkan keefektifan melalui alat-alat yang objektif dan ada usaha
yang konstan untuk memperbaikinya.
Dalam
terapi tingkah laku, teknik-teknik spesifik yang beragam bisa digunakan
secara sistematis dan hasil-hasilnya bisa dievaluasi. Teknik-teknik ini
bisa digunakan jika saatnya tepat untuk menggunakannya, dan banyak
diantaranya yang bisa dimasukkan ke dalam praktek psikoterapi yang
berlandaskan model-model lain. Teknik-teknik spesifik yang akan
diuraikan di bawah ini bisa diterapkan pada terapi latah
yang dimaksud diatas.
Teknik terapi
behavioristik yang cocok untuk klien dengan perilaku latah adalah terapi
Pengondisian Operan.
Tingkah
laku operan adalah tingkah laku yang memancar yang menjadi ciri
organisme aktif. Ia adalah tingkah laku beroperasi di lingkungan untuk
menghasilkan akibat-akibat.
Metode-metode Pengondisian Operan
A. Perkuatan
Positif
Pembentukan
pola tingkah laku dengan memberikan ganjaran atau perkuatan segera
setelah tingkah laku yang diharapkan muncul. Ini adalah suatu cara yang
ampuh untuk mengubah tingkah laku. Pemerkuat primer dan sekunder
diberikan untuk rentang tingkah laku yang luas. Pemerkuat primer
memuaskan kebutuhan fisiologis contohnya makan, minum atau isterahat.
Pemerkuat sekunder memuaskan kebutuhan psikologis atau social, contohnya
pujian, penghargaan, persetujuan atau senyuman.
B.
Pembentukan Respon
Dalam
pembentukan respon, tingkah laku sekarang secara bertahap diubah dengan
memperkuat unsur-unsur kecil dari tingkah laku baru yang diinginkan
secara berturut-turut sampai mendekati tingkah laku akhir. Klien yang
latah yang ingin menghilangkan tingkah laku latahnya, diberikan
perhatian dan persetujuan dengan keinginannya tersebut. Ini juga bisa
diberikan pemerkuat primer dan sekunder.
C. Perkuatan
Intermitten
Perkuatan
intermitten adalah perkuatan dengan tingkah laku yang telah terbentuk.
Untuk memaksimalkan nilai pemerkuat-pemerkuat, terapis harus memahami
kondisi-kondisi umum dimana perkuatan-perkuatan muncul.
Perkuatan-perkuatan terus menerus mengganjar tingkah laku setiap kali ia
muncul. Misalnya dalam beberapa hari terapi, klien dengan tingkah laku
latah menunjukkan perilaku yang positif (latahnya berkurang dalam
kondisi terkejut).
D. Penghapusan
Apabila
suatu respon terus-menerus dibuat tanpa perkuatan, maka respons
tersebut cenderung menghilang. Dengan demikian pola-pola tingkah laku
yang dipelajari cenderung melemah dan terhapus setelah sautu periode,
cara untuk menghapus tingkah laku yang mal adaptif adalah menarik
perkuatan dari tingkah laku yang mal adaptif itu. Misal dalam tingkah
laku latah, maka tidak boleh diberikan perkuatan misalnya pujian, kalau
bisa perkuatan negatifnya yang diperbesar untuk membantu tingkah laku
positif muncul.
E. Pencontohan
Dalam
pencontohan, klien yang latah mengamati seorang model dan kemudian
diperkuat untuk mencontoh tingkah laku sang model. Bandura menyatakan
bahwa belajar yang bisa diperoleh melalui pengalaman langsung bisa pula
diperoleh secara langsung dengan mengamati tingkah laku orang lain
berikut konsekuensi-konsekuensinya.
F. Token
Economy
Metode
token economy dapat digunakan untuk membentuk tingkah laku apabila
persetujuan dan pemerkuat-pemerkuat yang tidak bisa diraba lainnya tidak
memberikan pengaruh. Dalam token economy, tingkah laku yang layak bisa
diperkuat dengan perkuatan-perkuatan yang bisa diraba (misal kepingan
logam) yang nantinya bisa ditukar dengan objek-objek atau hak istimewa
yang diingini.
Token
economy merupakan salah satu contoh dari perkuatan yang ekstrinsik,
yang menjadikan orang-orang melakukan sesuatu untuk meraih “pemikat
diujung tongkat”. Tujuan prosedur ini adalah mengubah motivasi yang
ekstrinsik menjadi motivasi yang intrinsik. Diharapkan bahwa perolehan
tingkah laku yang diinginkan akhirnya dengan sendirinya akan menjadi
cukup mengganjar untuk memelihara tingkah laku yang baru.
KESIMPULAN
Syarat
munculnya latah adalah adanya keterkejutan. Untuk mengurangi dan
menyembuhkan latah, ia harus bisa menemukan ketenangan hidup. Lingkungan
memang harus berempati dan mendukung. Lingkungan sangat menentukan
bagaimana seorang penderita latah bisa tertangani. Lingkunganlah yang
mengkondisikan tingkah laku, jika tingkah laku itu tidak mendapat
reinforcement/pemerkuat dari lingkungan dan proses terapi yang sesuai,
tingkah laku latah akan dapat disembuhkan.
Ada
dua syarat yang harus penuhi klien agar kebiasaan latah bisa
dihilangkan dengan cepat dan hasilnya permanen dilihat dari pendekatan
behavioristik, yaitu:
- Klien harus sungguh-sungguh ingin berubah dan serius ingin menghilangkan kebiasaan latahnya. Melakukan penolakan dengan tingkah laku latah yang dialaminya, serta menjalani terapi secara intensif.
- Klien harus setuju untuk menganggap latah sebagai kebiasaan yang kurang baik dan merugikan diri sendiri. Kebiasaan latah akan sulit dihilangkan atau bisa saja kambuh sewaktu-waktu apabila klien menganggap menjadi latah itu lucu, menguntungkan dan menyenangkan. Karena itu tingkah laku latah, pemerkuat positif harus diberikan untuk tingkah laku yang positif
Tidak ada komentar:
Posting Komentar